Validasi Emosi pada Anak

Me VS Parenthood


Assalamualaikum dear friend buibu…. Kali ini saya akan membahas perparentingan yang saat ini running saya kejar karena Masya Allah beneran merasakan kewalahan. Alhamdulillah hikmah luar biasa yang gak bisa digambar per kata dari apa yang saya dapati hingga bisa sampe ditahap ini, tahap mau belajar. Bahwa segala sesuatu yang dilakukan dan dipersiapkan dengan ilmu akan meminimalisir kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dan memang hal demikian relate banget sama kehidupan kita di semua aspek, taro ibadah, bermuamalah, kesehatan, life skill dan sebagainya. Salah satu yang saat ini sedang menjadi trending adalah ilmu parenting yang Masya Allah ternyata menjadi orang tua itu ada ilmu dan seninya yang kalo kita masuki lebih jauh aslinya bikin pala pusing dan mabok…. Wkwkwk. Gimana enggak… buat ilmu parenting itu sub fokusnya aja bercabang-cabang, ada dari sisi kesehatan, psikologis belum lagi di liat rujukan sumber pake cara A, B, C, 1, 2, 3000A dan yang lainnya, dsb. Untuk menyingkirkan kebingungan apalagi mabok, berdasar pengalaman, saya urutkan tahapan apa saja yang bisa kita lakukan untuk mengetahui metode parenting seperti apa yang sesuai dengan anak kita:

  1. Sebagai seorang muslim hal pertama yang saya lakukan adalah bermuhasabah diri kepada Allah SWT. Dirunut lagi kira-kira kehidupan kita (mulai dari ibadah, bangun tidur, berkegiatan, bekerja dan bermuamalah hingga kita tidur lagi) apakah sudah sesuai atau belum dengan perintah Allah? Sudah sesuai belum dengan Sunnah dari Rasulullah? Bagaimana hubungan kita dengan pasangan? Istri terhadap suami? Suami terhadap istri? Cara taunya gimana? Cari tauLaaaah….belajar hehhehe. Tapi ke depan saya bakal nyicil rangkuman materi yang saya pelajari di kulwap Bengkel Diri yang isinya lumayan bisa menjawab pertanyaan ini (gak janji bakal cepet). Dari sini biasanya kita harus berintrospeksi diri dulu, memperbaiki diri dan hal-hal yang ternyata, misalnya, belum sesuai dengan syariat agama. Lalu kita kembalikan masalah yang terjadi pada anak kita kepada pencipta mereka yaitu Allah SWT. Sebagai seorang ibu yang Insha Allah diijabah doanya, kita adukan semua itu sama Allah dan minta petunjukNya. Lalu kita mulai deh ikhtiar memperbaiki, jangan lupa niatkan karena Allah ya dear friends buibu karena segala hal yang kita niatkan karena Allah maka kita harus yakin yang akan membersamai dan menolong kita nantinya, Insha Allah, ya Allah juga, entah nantinya kita dipertemukan orang atau secara random menemui hal yang menjawab pertanyaan itu, ya itulah pertolongan Allah

  2. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dan hal ini sangat dipengaruhi oleh visi misi setiap keluarga. Misalnya Visi Misi pendidikan anak saya adalah Islami, maka fokus yang akan memagari setiap ilmu yang saya dapatkan dari perparentingan ini harus selalu disandarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah. Ingat bahwa ilmu yang didapat dari rujukan yang tidak Islami belum tentu tidak bisa diterapkan, nah di sinilah peran ilmu agama itu dibutuhkan yaitu sebagai filter ilmu lain. Contoh, bagaimana cara validasi emosi dari CM kita terapkan pada anak yang dalam hal ini saya sandarkan landasannya adalah Al-Qur’an dan Sunnah? Yaitu dengan selalu mengkaitkan Allah sebagai satu-satunya sumber alasan anak harus melakukan apa dan apa atau merujuk pada hadist yang berkaitan dengan satu keadaan. “Iya sayang ibu tau kamu marah kalo mainannya diambil sama adek ayo kita sampaikan ke adek dengan baik, tanpa memukul, kalau merebut mainan itu tidak baik. Allah tidak suka kalo kakak memukul, itu namanya menyakiti Nak”, sampaikan dengan tenang tanpa emosi. Dari situ anak belajar menyadari emosinya dan tau bahwa memukul bukan solusi atas perasaan marahnya dan selalu kita juga bisa menanamkan tauhid dengan mengaitkan Allah atas suatu perbuatan. Di waktu anak sudah tenang kita juga bisa menyampaikan tentang hadist saat seseorang marah bagaimana Rasul mencontohkan agar marah itu bisa diredam dengan mengubah posisi ke yang lebih rendah, beristighfar dan berwudhu.
  3. Jika anak sudah terlanjur bermasalah, maka cari tau masalah atau hal apa yang tidak berjalan dengan wajar dan baik pada anak? Sisi kesehatankah? Sisi psikologiskah? Sisi kesehatan misalnya anak susah makan, susah tidur, susah BAB, dll. Sisi psikologis misalnya kemandirian anak, tantrum, sulit fokus atau kesulitan lainnya.

  4. Ikhtiar, cari tahu ilmunya, cari cara yang tepat bagaimana kita bisa sampai pada tujuan atau bagaiaman kita mengatasi masalah pada anak. Tujuan orang yang mau ke Jakarta tentu akan beda jalurnya dengan orang yang mau ke Semarang kan, pun saat kita sama-sama mau ke Jakarta tentu titik awal kita belum tentu sama dengan orang lain, makanya dari hal itu tentu cara, jalur dan effort yang harus kita lakukan akan berbeda juga, namun kita perlu tahu cara terbaik untuk bisa sampai ke tujuan kita. Apalagi dalam hal mendidik anak tentu kita tidak mau anak kita jadi bahan trial error orangtuanya yang hal itu mungkin malah akan merusak fitrahnya. Mencari ilmu pada jaman berbasis internet saat ini rasanya sudah menjadi hal yang sangat mudah diakses meski dari rumah. Bahkan sejak maraknya WFH saat ini menciptakan peluang belajar dari rumah semakin tinggi, banyak ahli, pakar parenting dan praktisi membuat program belajar lewat kulwap atau webinar dengan biaya yang cukup terjangkau. Atau bisa juga dengan membaca buku atau tanya orang-orang terdekat yang misalnya mempunyai anak dengan kasus yang sama atau mirip. Hal itu dikembalikan pada kondisi anak ada pada tingkat bermasalah di mana karena jika sudah sampai mengganggu atau terjadi penurunan signifikan pada kondisi kesehatan atau sikap anak maka hal yang paling tepat adalah membawa anak kita pada ahlinya, misalkan dokter atau psikolog. 

  5. Praktekan, point ini menurut saya sangat membutuhkan effort dari kita sebagai orangtua karena orangtua ibarat supir untuk perjalanan ini. Akuilah bahwa anak bermasalah bersumber pada orangtua yang “Ada salah apa sampe anaknya jadi seperti demikian?”. Itu yang saya alami sih…. Bahwa saya menikah tanpa ilmu, lalu punya anakpun demikian…walhasil saya harus tertatih-tatih melewati setiap fase kehidupan berkeluarga, jungkir balik sampe nyaris masuk jurang keknya, duh!

  6. Tidak bosan, tidak menyerah saat satu langkah kita terhalang oleh, misalnya, feedback negative dari anak, anak tidak menunjukkan perubahan atau kita merasa lelah karena ternyata keseharian bukan hanya soal mendidik anak, pheww (lap jidat)!! 

  7. Serahkan hasilnya pada Allah SWT, inti dari memperbaiki adalah tidak berhenti tapi tidak menutup diri dari kemungkinan lain, memberi jeda dan ruang untuk mereview apa ada yang salah atau terlewat dari yang sudah kita usahakan dan YA tetap berprasangka baik karena saat di awal kita pikir dengan cara A bisa memperbaiki namun ternyata banyak hambatan atau tidak berhasil, maka balik lagi ke No.1 di atas

Percayalah setiap usaha yang diniatkan karena Allah bagaimanapun hasilnya akan selalu meninggalkan pelajaran berharga untuk kehidupan kita yang bisa jadi jika itu berupa kegagalan malah mendorong kita untuk naik ke level belajar berikutnya. Udah nambah sabarnya, udah paham ritmenya cuman tinggal gimana mengatasi solusi yang lain. Intinya pasti ada satu atau beberapa masalah sebenarnya teratasi hanya belum selesai secara utuh, maka tugas kita tinggal lanjutkan belajar dan ikhtiar. Bukannya memang seperti itu kehidupan? Kita berjalan dari satu kejadian ke kejadian berikutnya, dari masalah satu ke masalah berikutnya…. Dan pilihan ada pada kita mau mengisi setiap titik kehidupan kita dengan mengeluh dan pasrah atau terus berjalan, gak papa rehat sejenak, lalu melanjutkan perjalanan sambil terus mengambil pelajaran yang menumbuhkan kita jadi manusia yang lebih baik dan diridhoi Allah.


Komentar